Alin tampak gelisah.
Diliriknya HP yang layarnya sudah tergores itu dengan hati yang sedih. Betapa
tidak? Itu HP satu-satunya di rumah. Yang membantu dirinya dan Lisa, adiknya
untuk mengerjakan tugas daring dari Sekolah.
Tiba-tiba ingatannya
menyeruak. Bagaimana dia dengan teledornya menyenggol air minum yang berada di
dekat Hp itu terletak. Menyebabkan hp itu mati tak mau lagi menyala. Entah sudah berapa kali Alin mencoba untuk menghidupkannya. Untuk beberapa
detik, badannya jadi kaku. Lidahnya pun kelu. Tak mampu berteriak. Takut
dimarahi Bapak.
Alin bersegera memasukkan HP itu ke kamarnya. Dengan sedikit seringai ke Lisa, mengancam agar Lisa menutup mulutnya. Tak mencoba mengadu pada Bapak, juga Emak. Dan lalu mencoba berusaha
mengarang cerita agar Bapak dan Emak maklum dengan keteledorannya. Namun tak
sepatah katapun keluar dari mulut mungilnya itu. “Hhhhhhhhh”, desahnya.
Deadline nya cuman sampai sore ini. Sebelum Bapak dan Emak sampai rumah.
“Aaaaliiin…”, tiba-tiba
terdengar suara yang sangat ia kenal. Itu pasti Martha. Alin pun bergegas
keluar dan menyambut Martha didepan rumah. Entah darimana, tiba-tiba terbesit
satu ide di otaknya.
“Martha, udah ngerjain
tugas Bu Ersa belum?, tanya Alin lirih. Yang ditanya cuman menggeleng. “Kalau
begitu kita kumpulin teman-teman, yuk. Kita kerjain bareng biar cepat selesai”,
sambungnya lagi.
“Iya deh yuks”, jawab
Martha yang kali ini terlihat ikut bersemangat.
Jadilah Alin dan Martha
pergi ke rumah Davino. Sesampainya di rumah Davino ternyata di ruang tamu sudah
ada juga Lenon dan Andra yang sedang mabar
game Among Us.
“Vino, Lenon, Andraaa…
kita kerjain tugasnya bu Ersa sama-sama yuuk”, teriak Alin. Sontak ketiga orang
yang namanya disebut itu menoleh. Tapi untuk sepersekian detik kembali asyik
menatap layar HPnya. Alin kecewa. Diraihnya koran yang ada di atas meja.
Dibentuk sebuah terompet dan menempelkannya ke telinga kiri Andra.
“Woooooiiii”, teriaknya. Andra seketika
berdiri dan hendak marah. Tapi Alin menampakkan segera tersenyum dan menampakan
wajah tanpa dosa.
“Andra, bantu kerjain
tugasnya Bu Ersa, donk”, bujuk Alin.
“Gak mau ah, aku kan
lagi main ini”, katanya sembari menunjuk ke HPnya.
“Ah, Andra gak seru!”,
sahut Alin sembari menarik tangan Martha menjauh dari rumah Davino.
Mereka berdua bergegas
kerumah Ratih. Sebelum sampai di rumah Ratih, Alin meminta Martha untuk
menghampiri Rinda lebih dulu. Kebetulan rumahnya
selisih empat rumah sebelum rumah Ratih. Alin berjanji untuk menunggu Martha di
rumah Ratih.
Martha pun mempercepat
langkahnya. Tak sabar dia menemui Rinda. Bayangan selesainya tugas Bu Ersa yang
banyak itu menari-nari di matanya.
“Assalamualaikum”, sapa Martha ketika melihat Bu Aryo, Ibu Rinda.
“Eh Martha, mau nyari
Rinda ya?’, sapa beliau ramah.
“Iya, tante. Rindanya
ada?”, jawabnya cepat
“Ada. Bentar, ya. Tante
panggilkan dulu”.
Tak seberapa lama
tampak Rinda dengan senyum ramahnya
menyambut Martha.
“Hai Martha, Ada apa
ih?, katanya kemudian.
“Ini Rinda, alin dan
aku mau ke rumah Ratih buat ngerjain tugas Bu Ersa. Kamu mau gabung nggak?
“Aku udah kerjain sih,
tapi baru separuh. Hmmm gimana ya? AKu bilang Ibu dulu ya, Martha?”
“Iya deh, aku tunggu
disini ya”
Rinda pun bergegas
masuk dan bertanya pada Ibunya.
Tak seberapa lama,
tampak Rinda membawa tas kecil berisi beberapa buku dan HP ditangannya.
Martha merasa lega.
Tidak sia-sia mengajak Rinda, anak paling pintar dikelasnya. Mengingat itu,
Martha jadi senyam-senyum sendiri sepanjang perjalanan ke rumah Ratih.
***
Alin melambaikan tangan
ketika melihat sosok Martha dan Rinda dihalaman depan rumah Ratih. Sang empunya
rumah sudah siap dengan buku yang berjajar di meja depan tempatnya duduk.
“Yuks, kita mulai”,
kata Alin. “Rinda dan Ratih yang nulis dan cari di buku. Nanti aku sama Martha
yang nyari di internet ya”, tukas Alin memberikan instruksi.
Tapi, aku pinjem HP nya
ya, kata Alin.SEtelah keempatnya setuju, Rinda mengulurkan HP nya kepada Alin.
Dan mulailah mereka sibuk mengerjakan tugas berempat.
Tak lebih dari setengah
jam, Ibu Ratih keluar membawa minuman. Tentu saja keempat anak tersebut
bersorak senang. Setelah mengucapkan terimakasih, masing-masing bersegera
mengambil jatah minumannya. Segelas es sirup leci. Segar!
Akhirnya, setelah
beradu argument dan sesekali diselingi cerita juga tawa lepas, tugas yang mereka kerjakanpun selesai juga.
Tampak keempatnya tertawa puas.
“Wah, gak terasa udah
mau jam lima, nih. Aku mau pulang, ah”, kata Martha. Yang lain ikut melirik jam
dinding di tembok rumah Ratih.
“Iya, aku juga mau
pulang. Tadi cuman ijin Ibu sebentar”, Rinda ikut menimpali.
Ketika Ratih dan Rinda
merapikan buku, Martha dan Alin tak lupa meminjam buku catatan mereka.
“Oh iya, ini HP nya”,
ucap Alin sembari menyerahkan HP Rinda.
Rinda segera pamitan
setelah memasukkan HP dengan tergesa di tas yang penuh dengan bukunya itu.
Martha juga ikut
berpamitan. Sedang Alin, dia tidak jadi pulang karena hendak mencatat di rumah
Ratih saja. Sebenarnya bukan itu alasan sebenarnya. Alin takut pulang. Alin
takut kalau nanti sampai dirumah, Lisa sudah mengadu pada Emak dan Bapak perihal
HP nya yang rusak.
Sebentar lagi Maghrib, Alin menyudahi pekerjaanya. DIa merasa tidak enak. Dengan terpaksa Alin pamit pulang. Ketika dijalan, dia melihat ada sesuatu benda yang berkilat didekat rumah Ratih. Dipungutnya benda berbentuk kotak itu. Jantungnya berdegup kencang. Itukan… HP Rinda yang dipinjamnya tadi! Alin mencoba melihatnya lebih detil. Dan dia ingat betul dari casing HP yang ada gambar foto Rinda dibelakangnya. Ternyata tidak bisa dinyalakan. Baterai HP itu habis. Alin bermaksud akan mengembalikan, tetapi salah satu sisi hatinya berkata “jangan”. Otak jahatnya tiba-tiba ikut ambil bagian. Kenapa tidak ia jual saja HP itu di counter Mas Aan untuk menukarnya dengan HP yang sama dengan miliknya. Agar tidak ketahuan Emak dan Bapak.
“Ah, Iya! Benar
sekali”, teriak hatinya dengan gembira. Lalu Alin memasukkan HP itu kedalam
sakunya. Ia sempat melirik jam di tangannya. “Rinda sedang
sibuk sholat dan mengaji bersama orangtuanya pasti, jam segini”, batin Alin. Sebelum Rinda menyadari HPnya tidak ada dalam tas dan menyusuri jalan ini, Alin pulang dengan tergesa.
Ada rasa
tak tentu dihati Alin. Antara senang, cemas, takut dan juga was-was. “Assalamualaikum,” sapa
Alin begitu masuk rumah. Ada suara khas Bapak yang menjawab salamnya. Hatinya
semakin tak karu-karuan.
“Kok baru pulang.
Darimana saja, Alin?” Tanya Emak yang tiba-tiba sudah ada didekat Bapak.
“Mmmmm,,ini Bu. Belajar
Kelompok bersama Martha”, jawab Alin sembari memamerkan buku dan kertas sobekan
catatan tugas Bu Ersa kepada Emak. Ibunya tersenyum lantas memerintahkan Alin
untuk sholat Maghrib segera.
Alin baru akan salam
ketika mendengar Lisa datang dan teriak “Emaaaak, tadi Mba Alin tumpahin air ke
HP. Hpnya jadi rusak”.
Alin ta berani beranjak
dari tempatnya shalat. Emak sudah pasti mendekat, juga Bapak.
“Didepan pintu, Emak
sudah tampak menunggu jawaban Alin.
“Bener, Nduk?”, Tanya Emak.
Alin ketakutan, tapi
kemudian berusaha menjelaskan ihwal bagaimana tadi HP itu bisa terkena air.
“Maafkan Alin, Mak.
Alin tidak sengaja. Alin teledor. Alin siap dimarahi Bapak”, katanya setengah
terisak.
Bapak yang mendengar
percakapan dibelakang Emak lalu masuk kamar. Tampak beliau mengehla nafas
panjang sebelum berkata : “Ya sudah, gakpapa. Yang penting Alin sudah menyadari
kesalahan. Tapi janji ya, Nduk,lain kali kalau punya HP lagi, dihati-hati. Bapak belinya susah”
“Maksudnya lain kali,
Pak?” Alin mendongakkan sedikit kepalanya berusaha melihat Bapak.
Bapak mengeluarkan
sebuah HP jadul yang masih tampak baik itu dari sakunya. “ini, kebetulan tadi
Bapak dikasih harga murah dari Mandor, Bapak. Sedianya mau ganti beliin adikmu
biar kalian tidak rebutan mengerjakan tugas sekolah”, kata Bapak lagi.
Alin segera menghambur
ke pelukan Bapak. “Jadi? BApak tidak marah? Alin boleh pakai HP lisa juga kan,
Pak?’, sahutnya manja.
Bapak mengangguk. Sontak Lisa melebarkan kedua tanganya bersiap memeluk Bapak. Emak
dan Lisa ikut tertawa melihat tingkah Alin.
“Terimakasih ya, Pak”,
kali ini Lisa ganti ikut menghambur ke pelukan Bapak.
Alin lega dan senaaang sekali. Tiba-tiba dia teringat akan HP Rinda. Alin berjanji setelah ini akan bersegera pamit untuk pergi kerumah Rinda. Lalu mengembalikan HP yang tadi akan
dijualnya untuk mengganti HPnya yang rusak.
***
Fasilitas belajar di masa seperti ini agak repot juga ya. Kalau orang tua mampu okelah, kalau orang tua susah payah beli hp/laptop, nelangsa rasanya
ReplyDelete